Sunday, February 07, 2021

Seribu Jurus Menangkal Corona


Peningkatan corona setiap harinya terus bertambah. Segala upaya telah dilakukan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah. Namun alih-alih mengurangi dampak nyatanya malah terus bertambah kasus aktif setiap harinya. Kasus aktif covid-19 Indonesia saat ini sudah mencapai 175 ribu lebih.

Angka ini membuat Indonesia menjadi negara dengan kasus aktif tertinggi di Asia, bahkan melebihi India. Mirisnya kasus aktif tertinggi itu didapat Indonesia dengan jumlah tes yang rendah 33.743 tes per 1 juta penduduk. Sampai hari terakhir tembus 111 juta kasus positif.

Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan virus tersebut semakin liar? Padahal segala upaya telah dilakukan. Apakah ada yang kurang pas dalam hal pengelolaan wabah ini. Koordinasi kurang efektifkah? Atau komando tidak terpusat? Bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengkritik kebijakan PPKM yang dinilainya tidak efektif di masyarakat.

Seperti kita ketahui saat ini kepala daerah berkreasi dan memutar otak dengan caranya masing-masing untuk bisa mencegah bertambahnya kasus ini. Tentunya tetap menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat soal PPKM. Seperti contoh kebijakan Jateng di rumah saja yang di terapkan di Jawa Tengah atau kebijakan ganjil genap yang diterapkan di Kota Bogor.

Beberapa pakar dan epideminolog mengkritik cara penanganan wabah covid yang dilakukan pemerintah sejauh ini. Rendahnya test rate yang dilakukan pemerintah jadi salah satu penyebab virus ini sulit terdeteksi. Ideal minimalnya adalah satu banding seribu. Sehingga untuk jumlah penduduk 270 juta maka jumlah ambang batas minimal yang di test sebanyak 270 orang per pekan, masih jauh sangat rendah dengan jumlah data yang sudah di test saat ini.

India adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia. Dengan jumlah populasi manusia yang mencapai 1,3 miliar, mereka mampu melakukan testing Covid-19 secara masif. Jumlah testing di India mencapai 197 juta dari jumlah penduduk.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia dengan negara yang memiliki populasi 275 juta? Jumlah testing di negara kita baru 9 juta tes.

Dikutip dari harian Jawa Pos Edisi 31 Januari 2021, berdasarkan data Worldometers, dengan total populasi di India yang miliaran orang, kini kasus aktif sudah turun di angka 169 ribu orang dari sebelumnya pada bulan September 2020 sempat mencatat 193 ribu kasus per hari. Sedangkan di Indonesia, dengan penduduk seperlima jauh lebih sedikit dari India, total kasus aktif melebihi India yakni 175 ribu kasus.

Yang kedua terkait data kasus yang di nilai kurang transparan. Sehingga abai terhadap kewaspadaan mengenai traking gejala wabah. PM India Narendra Modi saat bulan Agustus menjelaskan satu-satunya cara mengendalikan pandemi adalah menaikkan rasio tracing.

Ketiga terkait edukasi dan sosialisasi dimasyarakat. Orang yang positif covid biasanya terkesan dikucilkan. Akibatnya ketika terjadi gejala yang menimpa seseorang maka orang orang tersebut cenderung menutup-nutupi karena takut dianggap aib. Bisa jadi masyarakat sendiri tidak terbuka soal ini.

Kemudian perilaku masyarakat. Banyak yang masih abai soal prokes apalagi kebiasaan berlibur dan jalan-jalan yang sulit dicegah. Lihat saja pelajaran beberapa waktu lalu. Kasus baru positif melonjak setelah adanya libur panjang.

Pilihan Sulit

Dari awal pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit. Mana yang harus diutamakan apakah kesehatan atau ekonomi sehingga penanganan kasus terkesan moderat dengan memberi ruang gerak untuk kegiatan ekonomi. Masyarakat masih boleh melakukan aktivitas kegiatan di luar rumah dengan acuan adaptasi kebiasaan baru.

Toh nyatanya pertumbuhan ekonomi tahun 2020 bertengger pada posisi minus 2,07 persen. Seperti yang disampaikan Kepala BPS, Suhariyanto dalam press release pertumbuhan ekonomi tanggal 5 Februari di Jakarta. Meskipun keadaan triwulan empat sedikit membaik dibandingkan keadaan triwulan sebelumnya. Intervensi dana bansos covid cukup efektif memperbaiki keterpurukan.

Namun perlu di evaluasi lagi dalam mekanisme penyalurannya. Dana pemerintah yang cukup besar digelontorkan untuk penanganan covid-19 mungkin harus lebih tertata dalam penyalurannya. Jangan sampai distribusi bantuan tersebut justru malah membuat kerumunan-kerumunan baru di tempat-tempat penyaluran bantuan seperti kantor pos, BRI dan unit penyalur lainnya karena antrian penerima yang cukup banyak. **

 

 

Warji Permana

Statistisi dan Pemerhati Masalah Sosial

0 komentar:

Post a Comment