Pelaporan Kinerja
Instansi Pemerintah dalam pelaksanaannya mengacu pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, dimana dalam pengukuran
kinerjanya LKIP menggabungkan dua aspek pengukuran, yaitu kinerja keuangan dan
kinerja capaian program.
Pengukuran kinerja yang
hanya berfokus pada kedua aspek tersebut masih memiliki kekurangan. Dalam LKIP
indikator kinerja yang digunakan adalah indikator yang bersifat teknis saja,
belum melihat indikator kinerja non-teknis. Selain itu, target kinerja yang digunakan
dalam LKIP adalah target kinerja yang disesuaikan dengan anggaran kegiatan.
Capaian kinerja dalam LKIP secara keseluruhan belum dapat menjelaskan sebab
akibatnya atau merupakan penjelasan dari asumsi yang dibuat (Firmansyah, 2010).
Sejarah Balanced
Scorecard
Balanced Scorecard
adalah alat yang menyediakan pengukuran komprehensif bagi para manajer tentang
bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran strategisnya.
Balanced scorecard diperkenalkan pertama kali oleh Kaplan dan Norton pada tahun
1992 dalam artikel di Harvard Business Review yang berjudul The Balanced
Scorecard - Measures That Drives Performance.
Definisi Balanced
Scorecard
Menurut Nawawi
(2006:212) Balanced Scorecard merupakan pengembangan dari cara pengukuran
keberhasilan organisasi/perusahaan dengan cara mengintegrasikan beberapa teknik
pengukuran atau penilain kinerja yang terpisah-pisah yang terdiri atas empat
perspektif. Empat perspektif Balanced Scorecard meliputi: perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Sedangkan menurut Luis dkk (2013:19).
Menurut Yuwono (2002),
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan
strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan.
Balanced Scorecard
(BSC) sebelumnya biasa digunakan dalam perusahaan swasta untuk merencanakan,
menilai serta mengevaluasi kinerjanya, saat ini banyak juga digunakan dalam
pengukuran kinerja Instansi pemerintah. Penilaian kinerja tidak lagi hanya
dilihat dari output yang dihasilkan, tetapi juga pada outcome yang diberikan.
Dengan demikian, instansi pemerintah harus bisa memberikan manfaat bagi
stakeholder-nya. Lebih lanjut, kinerja instansi pemerintah akan berimplikasi
pada anggaran yang akan diterimanya. Hal ini disebabkan dalam sistem
penganggaran berbasis kinerja yang saat ini mulai dirintis oleh Kementerian
Keuangan, alokasi APBN yang diberikan kepada instansi pemerintah akan dilakukan
dengan dasar kinerja, tidak lagi atas dasar kebutuhan.
Fungsi Balanced
Scorecard
Alat pemetaan strategi
(strategy mapping), seberapa akurat, detail, dan aktual peta strategi akan
mempengaruhi tingkat kesuksesan yang dicapai.
Mekanisme Balanced
Scorecard
1. Menetapkan tujuan, ukuran, target, dan inisiatif
kinerja (sasaran strategik: sasaran yang hendak dicapai, terjemahan dari visi,
misi, tujuan, dan sasaran organisasi).
2. Membuat kaitan antar komponen dalam kartu skor empat
perspektif.
3. Menjabarkan inisiatif ke dalam program dan anggaran.
Perbedaan dengan sektor
swasta
Perbedaan yang paling
nampak antara Balanced Scorecard untuk sektor swasta dan Balanced Scorecard
untuk sektor publik adalah pada posisi perspektif pelanggan yang diletakan
paling atas dalam Balanced Scorecard sektor publik. Hal tersebut dikarenakan
tujuan akhir dari kegiatan penyelenggaran pemerintahan adalah kepuasan
masyarakat maka perspektif pelangganlah yang diletakan pada perspektif paling
atas sebagai tujuannya. (Mauludin, 2012).
BSC dikembangkan oleh
Drs. Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard Business School pada awal
tahun 1990. Merupakan suatu metode pengukuran hasil kerja yang digunakan
perusahaan atau instansi melalui kartu skor yang hendak diwujudkan manajemen di
masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya (Kaplan & Norton,
1996).
Niven (2003) memberikan
contoh terhadap hubungan sebab akibat untuk organisasi non profit berupa
organisasi pementasan. Perspektif paling bawah merupakan perspektif financial
yang merupakan sumber dana dari kegiatan organisasi tersebut.
Hal tersebut kemudian
dimanfaatkan untuk menunjukkan bahwa kinerja manajemen diukur secara
komprehensif, koheren, berimbang dan terukur dari dua perspektif, keuangan dan
non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Tercapainya
target keuangan yang strategis mampu meningkatkan stakeholder value yang akan
mudah dicapai oleh instansi jika memiliki karyawan dengan kemampuan yang tepat
serta sikap yang baik serta mampu melaksanakan strategic business process.
Karakteristik Balanced
Scorecard
Menurut John Sterling
pada jurnalnya yang berjudul “Using The Balanced Scorecard In A Sophisticated
Law Firm” tahun 2007, terdapat 4 (empat) karakteristik dalam kertas kerja BSC
ini, yaitu:
1. Pengukuran Finansial
2. Pengukuran terhadap
pelanggan
3. Pengukuran terhadap
pengembangan dan pembelajaran
4. Pengukuran terhadap
bisnis proses perusahaan
Kaplan & Norton
(1996) juga menekankan Four Process Managing Strategy dalam mengukur kinerja
organisasi menggunakan BSC yaitu:
1. Perspektif Keuangan
Ukuran keuangan
menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi instansi memberikan
perbaikan atau tidak bagi peningkatan kinerja instansi. Pengukuran kinerja
keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus bisnis. Pengukuran kinerja
keuangan digunakan untuk menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan
pelaksanaan serta strategi memberikan perbaikan mendasar. Kunci utama dalam
perspektif keuangan ini adalah tren pertumbuhan anggaran dan economic
value-added.
Kinerja keuangan diukur
menggunakan pendekatan value for money dengan menganalisis efisiensi dan
efektifitas anggaran sebagai berikut :
a. Ekonomis
Ekonomis merupakan
perbandingan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter (Mardiasmo,
2002:4) [10]. Untuk menghitung tingkat ekonomis anggaran dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
Efisiensi
Menurut Mardiasmo
(2002:4) efisiensi merupakan perbandingan antara output atau input yang
dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Untuk menghitung
tingkat efisiensi anggaran digunakan rumus sebagai berikut :
Efektivitas
Menurut Mardiasmo
(2002:4) efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Untuk
menghitung tingkat efektivitas anggaran digunakan rumus sebagai berikut :
2. Perspektif Pelanggan
Organisasi perlu
terlebih dahulu menentukan segmen masyarakat yang menjadi target penerima
manfaat sehingga dalam hal menyediakan jasa layanan dapat memenuhi harapan
masyarakat. Organisasi harus mempunyai kebijakan corporate yang fokus pada
pelanggan dan perlu diterjemahkan secara spesifik, misalnya; time, quality,
performance and service, market share stakeholders, serta cost.
Pengukuran Kinerja pada
perspektif ini digunakan untuk mengetahui bagaimana respon pelanggan terhadap
pelayanan yang yang diberikan oleh instansi pemerintah. Kualitas layanan jasa
dapat dievaluasi dengan dimensi-dimensi karakeristik jasa.
Parasuraman, dkk
(1988) menemukan lima dimensi
karakteristik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas layanan. Kelima
dimensi tersebut yaitu dimensi bukti fisik (tangible), dimensi kehandalan
(reliability), dimensi daya tanggap (responsiveness), dimensi jaminan
(assurance) dan dimensi perhatian (emphaty).
Menurut Mulyadi (2011:224)
dalam perspektif ini manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan
segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran
kinerja unit bisnis dalam segmen sasaran. Untuk pengukuran kepuasan pelanggan
adalah dengan melihat kepuasan pelanggan Pada perspektif ini indikator yang
digunakan untuk pengukuran kinerja yaitu pelayanan dan pengetahuan.
3. Perspektif Internal
Bisnis
Menurut Setyawan (2018)
perspektif proses bisnis internal digunakan untuk memberikan gambaran kinerja
untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, yang meliputi sarana
prasarana kantor, ketersediaan SDM serta tata cara proses pelaksanaan kegiatan
dalam mencapai visi misi organisasi. Perspektif proses bisnis internal terdapat
tiga dimensi yaitu dimensi fasilitas, dimensi sumber daya manusia, dan dimensi
proses. Dimensi fasilitas merupakan pengukuran kinerja dari sarana dan
prasarana yang tersedia untuk melaksanakan program dan kegiatan. Dimensi sumber
daya manusia merupakan pengukuran kinerja pada perspektif proses bisnis internal
yang mencakup ketersediaan SDM yang dimiliki oleh instansi yang terkait jumlah
dan spesialisasinya. Sedangkan dimensi proses merupakan pengukuran kinerja
untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian pelaksanaan program dan kegiatan
terkait kesesuaian antara perencanaan dan pencapaiannya.
4. Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini
menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka
panjang. Tujuan dalam perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya
tiga persepektif sebelumnya. Penting bagi organisasi saat melakukan investasi
tidak hanya fokus pada peralatan untuk menghasilkan produk atau jasa, namun
juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem
dan prosedur.
Menurut Setyawan (2018)
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran terdapat dua dimensi pengukuran yaitu
dimensi kemampuan dan dimensi motivasi. Dimensi kemampuan merupakan pengukuran
kualitas kinerja yang meliputi tingkat kepuasan pegawai terhadap kebijakan
instansi terkait upaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai guna
mendukung peningkatan kinerja organisasi. Sedangkan dimensi motivasi merupakan
pengukuran kualitas kinerja terkait tingkat kepuasan pegawai terhadap kebijakan
instansi dalam meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja.
Menurut sasoko (2004).
Untuk mempertahankan kesetiaan pegawai manajemen harus mampu mengerti keinginan
pegawai, dalam hal ini kebutuhan manusia ( human needs ).
Cara Pengukuran dalam Balanced Scorecard
Pengukuran kinerja sebagaimana digunakan dalam
Balanced Scorecard bergeser menuju pemotivasian personal untuk mewujudkan visi
dan misi strategi organisasi. Balanced Sorecard merupakan sekelompok tolok ukur
kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung
strategi perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya
merupakan suatu teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Balanced
Scorecard juga merupakan sarana pengukuran bagi kinerja strategis dan
operasionalisasi strategi melalui lagging indicators dan lead indicators yang
melintasi empat perspektif Balanced Scorecard yang seimbang dan terkait secara
kausal dari hilir ke hulu. Cara pengukuran dalam Balanced Scorecard adalah
mengukur secara seimbang antara perspektif yang satu dengan perspektif yang
lainnya dengan tolok ukur masing-masing perspektif.
Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard
Balanced scorecard dimanfaatkan dalam setiap tahap
sistem manajemen strategik, sejak tahap perumusan strategi sampai tahap
implementasi dan pemantauan (Mulyadi, 2001).
Pada tahap perumusan strategi (strategy formulation),
Balanced Scorecard digunakan untuk memperluas cakrawala dalam menafsirkan hasil
penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri
ke perspektif yang lebih luas.
Pada tahap perencanaan strategik (strategic planning)
Balanced Scorecard digunakan untuk menerjemahkan strategi ke dalam
sasaransasaran stratejik yang komprehensif, koheran, seimbang dan terukur.
Pada tahap penyusunan program (programming), Balanced
Scorecard digunakan untuk menjabarkan inisiatif strategik di empat perspektif
ke dalam program. Pada tahap penyusunan anggaran (budgeting) Balanced Scorecard
digunakan untuk menjabarkan program ke dalam anggaran sehingga anggaran yang
dihasilkan juga bersifat komprehensif.
Balanced Scorecard dalam Tahap Penganggaran
1. Dalam penyusunan program, kebutuhan sumber daya/
investasi yang diperlukan untuk melaksanakan masing-masing program sudah
diperhitungkan.
2. Program: terkait perencanaan keuangan jangka Panjang
(lebih dari setahun). Penganggaran: perencanaan keuangan jangka pendek, yaitu
satu tahun.
3. Hubungan pemrograman dengan penganggaran: program yang
telah disetujui dalam tahap pemrograman akan digunakan sebagai dasar untuk
penyusunan anggaran tahunan.
4. Dengan Balanced Scorecard, program-program yang
ditetapkan akan diterjemahkan dalam bentuk perencanaan keuangan jangka pendek
(anggaran) yang terbagi dalam empat perspektif.
SUMBER REFERENSI :
1. Mardiasmo (2002), Akuntansi
Sektor Publik, BPFE Yogyakarta
2. Azhar Sani Adhan, Etti Ernita Sembiring, Jurnal
Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Dengan Pendekatan Balance Scorecard, Jurusan
Akuntansi, Politeknik Negeri Bandung.
3. https://itjen.pu.go.id/baru/kolompengawasan/111 diunduh pada tanggal 21 Maret 2023
4. Permen PAN & RB No. 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah.