Saturday, August 25, 2018

SUDAH SEJAHTERAKAH PETANI KITA



Oleh : Warji Permana, SE *)
Dimuat di Harian Umum Radar Karawang Edisi Selasa 4 September 2018

Belum lama ini BPS merilis angka kemiskinan yang menyentuh level satu digit yaitu sebesar 9,82 persen. Suatu pencapaian terbaik yang dilakukan pemerintah dalam dua dekade terakhir. Namun jangan lupa dibalik euforia menurunnya angka kemiskinan tersebut, BPS juga mencatat bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada bulan yang bersangkutan mengalami penurunan. Dari 102,33 pada Pebruari 2018  menjadi 101,94 pada Maret 2018  atau turun sebesar  0,39 persen. Kita boleh berbangga dengan penurunan angka kemiskinan tapi lain cerita ketika NTP yang mengalami penurunan.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (harga komoditas pertanian yang dihasilkan)  terhadap indeks harga yang dibayar petani (yang meliputi barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga petani dan harga untuk biaya produksi). Nilai NTP  diatas 100 artinya indeks harga yang diterima lebih besar dari indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Penurunan NTP Maret 2018 dikarenakan indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,24 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik sebesar 0,15 persen. Pada Maret 2018 terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,12 persen disebabkan oleh naiknya indeks di seluruh kelompok penyusun Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT), kecuali Kelompok Bahan Makanan, dengan kenaikan terbesar pada Kelompok Kesehatan.




Bila kita cermati, proporsi penduduk miskin di pedesaan lebih banyak ketimbang di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 13,20 persen sedangkan di perkotaan sebesar 7,02 persen dari total penduduk Indonesia. Fenomena tersebut menunjukan bahwa selama ini kemiskinan tetap berpusat di pedesaan, dimana sebagian besar mata pencaharian penduduk di pedesaan adalah petani. Maka tak heran jika petani kita masih dalam kondisi hidup serba kekurangan. Namun di sisi lain, program-program yang digulirkan pemerintah terutama untuk masyarakat pedesaan harus diapresiasi karena mampu menurunkan angka kemiskinan lebih besar dari pada di perkotaan, yaitu sebesar 0,27 persen, sementara diperkotaan hanya turun sebesar 0,24 persen.

Ukuran Kesejahteraan
Berbicara kesejahteraan berarti berbicara sesuatu ukuran yang sifatnya multidimensi. NTP adalah salah satu komponen untuk mengukur kesejahteraan petani. Meskipun tidak sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan petani namun setidaknya  bisa menggambarkan kemampuan daya beli petani terhadap pergerakan harga-harga yang terjadi di pedesaan.
Lalu apa tolok ukur untuk mengukur kesejahteraan petani ? Jawabannya tentu pendapatan. Semakin besar pendapatan tentu semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan. Sebaliknya semakin kecil pendapatan petani maka kesejahteraanpun jangan harap bisa terealisasi. Besar kecilnya pendapatan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya produksi, harga jual komoditas, penguasaan lahan pertanian serta besar kecilnya keuntungan setiap musim.
Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi 2017 yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional menunjukkan bahwa dari setiap satu hektar sawah rata-rata dapat menghasilkan Rp 18,5 juta per musim tanam. Sedangkan ongkos produksinya sebesar Rp 13,6 juta. Artinya, rata-rata pendapatan yang diterima dari setiap satu hektar sawah sebesar Rp 5 juta per musim tanam dengan asumsi ongkos produksi tersebut sudah mencakup perkiraan biaya tenaga sendiri dan alat pertanian yang dimiliki yang diperoleh tanpa harus membeli. Namun jika semua komponen biaya ini dikeluarkan, keuntungan totalnya bisa lebih dari Rp 10 juta per hektare per musim tanam atau 2,5 juta per bulan. Keuntungannya cukup lumayan apalagi jika harga jual sedang tinggi. Namun sayang mayoritas petani kita adalah petani gurem yaitu petani dengan penguasaan lahan sawah kurang dari setengah hektar.
Hasil perhitungan Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF) dengan berbekal data sensus pertanian 2013 menunjukan bahwa rasio Gini penguasaan lahan pertanian mencapai 0,64. Artinya sebagian besar lahan pertanian dikuasai oleh segelintir pemilik lahan bermodal besar terutama di Pulau Jawa.  Akses penguasaan lahan sawah dari sisi harga sudah semakin tak terjangkau oleh petani-petani kecil. Kondisi ini menunjukan distribusi penguasaan lahan yang semakin timpang.
Berbeda jauh jika dibandingkan dengan kepemilikan lahan yang dimiliki petani Thailand dan Filipina. Menurut INDEF rata-rata kepemilikan lahan petani Thailand mencapai 3,2 hektar dan petani Filiphina sebesar 2 hektar. Ketimpangan lahan ini berdampak pada rendahnya produktivitas dan kesejahteraan petani kita karena belum memenuhi skala ekonomi. Tentunya menjadi PR bagi pemerintah dan bagi para pelaku usaha sektor pertanian pada umumnya.

*) Penulis adalah Statistisi Ahli Muda, bekerja di Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang.


Monday, August 13, 2018

POLEMIK KETENAGAKERJAAN DI KARAWANG

   No comments     
categories: ,


Oleh : Warji Permana, SE *)
Dimuat di Harian Umum Radar Karawang Edisi Selasa 31 Juli 2018

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2017, BPS mencatat jumlah pengangguran di Kabupaten Karawang sebesar 9,55 persen dari jumlah angkatan kerja. Berada pada ranking ke-6, lebih tinggi dari angka pengangguran provinsi yang sebesar 8,72 persen. Bahkan lebih tinggi lagi dari angka pengangguran nasional yang sebesar 5 persen. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja, punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran. Sementara yang di sebut bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam (berturut-turut dan tidak terputus)  dalam seminggu yang lalu.
Disnakertrans Kabupaten Karawang juga mencatat bahwa jumlah pencari kerja (yang terdaftar)  terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang. Dari sebanyak 31.988 orang pada tahun 2015 naik menjadi 37.338 orang pada tahun 2016 dan 39.514 orang pada tahun 2017. Sementara jumlah pencari kerja yang bisa ditempatkan dalam kurun waktu tahun 2015, 2016 dan 2017 berturut-turut sebanyak 16.675 orang , 20.150 orang, dan 29.440 orang. Dari sekian banyak pencari kerja tersebut hampir 80 persennya adalah lulusan SMA/Sederajat.
Fenomena tren demografi di Kabupaten Karawang memang cukup unik. Berdasarkan data Disdukcapil, arus urbanisasi mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini jumlah warga Karawang sudah mencapai 2,9 juta jiwa. Sementara jumlah pendatang (sesuai laporan surat keterangan pindah) tercatat hampir mencapai 1,7 juta jiwa.
Menurut Kepala Disdukcatpil Karawang Lonjakan arus urbanisasi secara signifikan terjadi tiga tahun terakhir. Pada tahun 2016 tercatat sekitar 30 ribu pendatang tinggal di Karawang. Kemudian bertambah sekitar seribu menjadi 31 ribu orang di tahun 2017. Sedangkan di tahun 2018, sekitar 11.600 orang datang ke karawang dalam kurun waktu 5 bulan sejak Januari sampai Juni 2018 dan mayoritas dari mereka adalah pencari kerja yang mencoba mengais rezeki di Karawang. (Dikutip dari laman resmi medsos Diskominfo).

Ada gula ada semut
Fenomena migrasi tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Tentu ada penyebabnya. Rasanya peribahasa diatas tepat untuk menggambarkan gelombang migrasi yang terjadi di Kabupaten Karawang dewasa ini. Salah satu penyebabnya tentu karena Karawang menyandang predikat sebagai Kabupaten dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) terbesar se-Indonesia. Karawang memiliki potensi sebagai daerah industri terbesar di Jawa Barat. Lebih dari 1.600an perusahaan berdiri di wilayah Karawang. Yang jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat maka secara berangsur-angsur akan merubah potensi daerah agraris menjadi industri. Anak muda terutama di pedesaan tidak akan mau lagi terjun ke sawah. Mereka lebih tertarik bekerja sebagai buruh di sektor industri.
Ironisnya, menjamurnya kawasan industri di Karawang ternyata tidak serta merta diikuti oleh kemudahan akses bekerja di sektor ini. Lapangan kerja yang ada tidak bisa semuanya menyerap tenaga kerja asli Karawang, bahkan perda ketenagakerjaan yang mengatur komposisi 60 persen untuk penduduk asli dan 40 persen untuk penduduk luar Karawang seolah tidak bertaji. Sampai saat ini angka pengangguran masih tinggi.

Faktor Penyebab
Tentu banyak penyebabnya. Pertama,  jumlah pencari kerja yang tak sebanding dengan lapangan kerja yang ada. Setiap tahun ajaran setiap sekolah meluluskan siswanya dan dari setiap kelulusan (terutama SMA/sederajat) tujuannya pasti lebih banyak mencari pekerjaan dari pada melanjutkan kuliah atau berwirausaha. Kedua, rendahnya pendidikan angkatan kerja. Ketiga, rendahnya keterampilan pencari kerja, sehingga mereka sulit bersaing dengan pelamar kerja lain. Kurangnya keahlian bisa membuat mereka bingung mengerjakan sesuatu yang membutuhkan keahlian spesifik yang di minta perusahaan. Keempat, tingginya pendatang dari luar daerah yang mencari kerja di Karawang. Faktor-faktor tersebut merupakan penyebab warga Karawang masih banyak yang menganggur.



Solusi
Pengangguran adalah salah satu masalah sosial yang harus diatasi dengan seksama, karena akan ada dampak dari pengangguran, salah satunya akan berdampak pada kehidupan perekonomian dan juga kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu harus ada solusi untuk menekan jumlah pengangguran. Tak hanya tugas pemimpin daerah, tapi butuh kesadaran kolektif untuk mengatasinya.
 Solusi yang harus diambil salah satunya adalah dengan diberlakukannya kebijakan Pemerintah Kabupaten Karawang yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan 60 persen warga Karawang dari total kebutuhan tenaga kerja di setiap perusahaan. Perluas akses informasi lowongan pekerjaan melalui Disnakertrans dan bursa kerja.
            Kemudian, optimalkan kegiatan di Balai Latihan Kerja (BLK). Karena fungsi BLK adalah sebagai wadah untuk memberikan dan meningkatkan keterampilan, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek dari pada teori.
Selanjutnya ubah paradigma dan pola pikir siswa sekolah menengah atas/sederajat  agar tidak semata-mata berorientasi menjadi karyawan pabrik tetapi bisa mencoba alternatif lain seperti berwirausaha atau berdagang. Dan bagi pedesaan ciptakan iklim usaha sektor pertanian menjadi nyaman terutama dari sisi kesejahteraan petani. Dengan begitu anak-anak petani tidak akan meninggalkan budaya bertani yang sudah turun-temurun.

*) Penulis adalah Statistisi Ahli Muda, bekerja di Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang.

HARGA TELUR TIDAK KUNJUNG TURUN


Oleh : Warji Permana, SE *)
Dimuat di Harian Umum Radar Karawang Edisi Sabtu, 28 Juli 2018

Sesuai pemberitaan Diskominfo Karawang, sampai saat ini  Satgas Pangan Kabupaten Karawang belum menemukan adanya indikasi penimbunan, dan penyalahgunaan komoditas telur dan daging ayam di wilayah Karawang. Berdasarkan hasil Inspeksi Mendadak (sidak) Satgas Pangan yang terdiri dari jajaran Polres Karawang, Dinas Pangan, dan pihak terkait ke Pasar Johar, Senin (23/7/2018). Sebagaimana yang diungkapkan Kapolres Karawang, AKBP Slamet Waloya. Sidak sengaja dilakukan terkait tingginya harga telur dan daging ayam ras beberapa bulan pasca lebaran. Meski demikian, pihaknya akan terus melakukan pengawasan sejumlah komoditas pasar untuk mencegah lonjakan harga yang terlalu tinggi dan senantiasa memantau ketersediaan stok.
Menurut Kapolres, meski harga telur dan daging ayam cenderung turun namun masih di atas normal. Sejak dua minggu ini, harga telur turun menjadi Rp 26.000 hingga Rp 25.000 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 29.000 hingga Rp 30.000 per kilogram. Sementara untuk harga daging ayam turun menjadi Rp 38.000 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 40.000 per kilogram.
Berdasarkan pencatatan Harga Konsumen yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karawang pada beberapa pasar tradisional dan pasar modern pun demikian adanya, harga dua komoditas tersebut masih diatas harga normal di beberapa bulan terakhir ini. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan, harga daging ayam di tingkat konsumen semestinya adalah Rp 32.000 per kg dan telur Rp 22.000 per kg.
BPS Karawang mencatat kelompok bahan makanan secara umum telah memberikan andil sebesar 0,90 persen terhadap inflasi. Komoditas yang mengalami kenaikan harga dan memberikan andil signifikan terhadap inflasi diantaranya adalah  telur dan daging ayam ras.
Telur ayam merupakan sumber protein yang praktis dan mudah didapat. Konsumsi untuk komoditas telur ayam rata-rata mencapai 2,4 butir per kapita per minggu (BPS Jabar, susenas 2017). Karena telur merupakan bahan serba guna yang mudah kita jumpai di mana-mana serta mengandung protein hewani seperti halnya daging dan ikan. Telur bisa digunakan untuk berbagai panganan seperti campuran hidangan kue. Dengan adanya kenaikan harga telur maka rumah tangga harus berhemat atau pandai-pandai mencari alternatif sumber protein lain sebagai pengganti telur.
Tak hanya bagi rumah tangga, imbas kenaikan harga telur ayam di pasaran juga berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat. Salah satunya, pelaku usaha kuliner yang memproduksi roti, kue basah, kuliner cepat saji dan sejenisnya. Mereka harus merasakan kenaikan biaya produksi dengan tidak menurunkan kualitas makanan yang di jual.

Penyebab Kenaikan
Lantas apa yang menyebabkan harga telur ayam tak kunjung normal ?. Sesuai hukum ekonomi jika stok kurang maka permintaan akan akan naik sehingga harga menjadi tinggi. Faktor cuaca, penyakit unggas egg drop syndrome dan melonjaknya harga pakan ditengarai menjadi penyebab berkurangnya pasokan. Bahan baku pakan hampir empat puluh persennya berasal dari impor sementara nilai rupiah terhadap dolar terus terdepresiasi.
Impor bahan baku pakan terpaksa dilakukan karena pakan lokal yang tersedia tidak cukup memenuhi kebutuhan pakan ternak.  Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan mengupayakan surplus jagung dalam negeri agar para peternak bisa mengurangi impor. Penyakit egg drop syndrome atau penyakit ayam dimana ayam yang diternak tidak mati namun tidak menghasilkan telur harus segera diantisipasi.

*) Statistisi Muda di Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang




Thursday, July 19, 2018

Dari Desa menuju wadah Negara Kesatuan RI

   No comments     
categories: ,

Data yang akurat merupakan modal dalam perencanaan pembangunan di Indonesia. Dalam prakteknya selain data sektoral data spasial kewilayahan sangat dibutuhkan. Begitu juga dalam hal pembangunan. Kebutuhan pembangunan satu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Hal ini tergantung dari potensi sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut serta permasalahan yang dihadapi.

Untuk mewujudkan kebijakan pembangunan yang tepat guna data spasial sangat dibutuhkan terutama yang sampai wilayah setingkat desa. Dengan data Potensi Desa (Podes)  gambaran perkembangan desa-desa di Indonesia akan terukur. Kekurangan dan potensi yg dimiliki satu daerah akan bisa diketahui dari data Podes.

Di bulan Mei 2018 BPS melalui petugas Podes telah mendata seluruh wilayah setingkat desa di Indonesia. Petugas BPS mengunjungi kantor desa, aparat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten untuk mengumpulkan data potensi desa.

Informasi yang diberikan sangat penting karena akan menentukan arah pembangunan wilayah. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya menyalurkan Dana Desa untuk mempercepat pembangunan desa. Gerakan pembangunan desa ditujukan untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desa dan mengawal pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014, pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Adapun caranya adalah dengan mendorong pembangunan desa-desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antara desa dan kota.

(Warji Permana)


Tuesday, July 10, 2018

MEMANDU TUJUAN HIDUP

   No comments     
categories: 
Tulisan Cahyadi Takariawan


Hidup kita di dunia ini hanya sekali. Setelah itu mati, dan hidup abadi. Hidup di dunia yang hanya sekali, harus memiliki banyak arti. Bukan saja lantaran hitungan “cuma sekali” tersebut, akan tetapi lebih kepada kesadaran hakiki bahwa akan ada kehidupan baru setelah ini.


Agar hidup sekali bisa berarti, diperlukan tujuan yang jelas untuk memandu arah kehidupan. Tanpa tujuan, hidup mengalir bak layang-layang putus tali, tertiup angin tak tahu kemana pergi. Untuk itu, Al Qur'an telah memberikan gambaran yang sangat jelas dan tegas tentang  tujuan  penciptaan manusia.Pengabdian diri kepada Allah memiliki berbagai ragam bentuk. Ada bentuk ibadah khusus seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain, dan ada pula ibadah umum seperti bekerja, berumah tangga, bermasyarakat, bernegara dan seluruh aktivitas hidup yang bersesuaian dengan aturan agama disertai niat mengabdi kepadaNya. Dengan demikian kehidupan manusia, sehari semalam 24 jam adalah ibadah, selama ada kesadaran aktif dalam dirinya untuk menjadikan segala aktivitas tersebut sebagai bagian dari ibadah.

Jika seluruh aktivitas kehidupan manusia adalah ibadah, maka bagaimana mungkin seseorang melakukan korupsi, manipulasi dan berbagai tindak kejahatan serta penyimpangan lainnya ? Bagaimana mungkin seseorang menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan memberikan kemudharatan bagi diri dan orang lain? Bagaimana mungkin tindakan maksiat bisa dilakukan ? Bagaimana mungkin judi, mabuk, dan seks bebas bisa dimanjakan ?

Memang tergantung tujuan hidup masing-masing. Apabila tujuan hidupnya lepas dari bingkai ibadah, maka jadilah kehidupan yang bebas nilai, tidak memperhatikan baik dan buruk, benar dan salah, manfaat atau mudharat. Yang menjadi pusat perhatiannya adalah kepuasan dan kesenangan, tidak peduli bagaimana cara mencapainya yang penting memuaskan syahwat dan nafsunya, karena memang itulah tujuan hidupnya.

Apabila shalat, puasa dan haji dilakukan, namun tidak berada dalam bingkai kesadaran tujuan hidup, seseorang bisa melakukan korupsi sembari istighfar. Seseorang bisa melakukan manipulasi seraya membaca tasbih. Seseorang bisa melakukan maksiat seraya melafalkan basmalah di awal dan hamdalah di akhirnya. Seseorang bisa mengeluarkan zakat profesi dari hasil pencuriannya. Artinya, mereka terjebak dalam ritual ibadah, bukan pada kesadaran tujuan hidup untuk ibadah.

Maka, yang amat mendasar dari hidup adalah menentukan titik kesadaran tujuan. Dengan memiliki kesadaran yang utuh, bahwa hidup adalah ibadah kepadaNya, akan menjadi penuntun arah yang tak akan sesat dalam perjalanan mengarungi samudera raya kehidupan.

Sebagai apapun kita, atau tidak sebagai apapun kita di dunia ini, yang sudah pasti kita adalah hamba yang dituntut mengorientasikan seluruh jiwa, raga, harta dan apapun yang kita punya untuk mengabdi kepadaNya.

Tujuh golongan yang mendapat naungan di hari kiamat

   No comments     
categories: 



"Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW bersabda:  "Ada tujuh golongan yang mendapat naungan dari Allah SWT. pada hari kiamat kelak, dimana tidak ada sama sekali naungan pada hari itu melainkan naungan dari Allah SWT. yaitu:
(1) Imam (raja atau penguasa) yang adil,
(2) Pemuda yang menjadi dewasa dalam beribadah kepada Allah,
(3) Orang yang hatinya tergantung di masjid.
(4) Dua orang yang saling mencintai satu sama lain karena Allah. Mereka berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah.
(5) Seorang laki-laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan yang cantik untuk berbuat mesum, lalu dia menolak dengan kata:  'Aku takut kepada Allah.'
(6) Orang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kirinya.
(7) Orang yang mengalir air matanya ketika berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam keadaan bersunyi diri_. "

(HR. Muslim)
_______________
Semoga kita semua ada di tujuh golongan itu
Aamiin....

Friday, July 06, 2018

Menjawab Tantangan Polemik Data Produksi Beras


Dalam menjaga kestabilan tanaman pangan Pemerintah mengeluarkan PP No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 tentang pangan.

Sementara keberhasilan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan perencanaan yang baik.

Untuk menyusun perencanaan yang baik diperlukan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu sebagai dasar penetapan target dan tujuan yang ingin dicapai. Kesalahan data dan informasi baik yang menyangkut keakuratan dan ketepatan waktu yang digunakan sebagai input mengakibatkan perencanaan yang dibuat tidak akan berguna atau bahkan merugikan apabila perencanaan tersebut diimplementasikan.
Polemik data tanaman pangan khususnya beras sudah lama terjadi.
Banyak ahli yang meragukan validitas data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait stok dan produksi komoditas pangan, khususnya  beras.
Data BPS yang dirilis selalu menunjukkan kondisi beras surplus, namun justru berbanding terbalik dengan harga beras di pasaran yang terus melonjak.

Seperti diketahui data yang dirilis BPS berupa produksi padi dalam kualitas Gabah Kering Giling (GKG) diramal dengan menggunakan dua variabel utama yaitu luas panen dan produktivitas. Data produktivitas walau mungkin belum begitu sempurna tetapi setidaknya telah dikumpulkan dengan menggunakan kaidah ilmu statistik yang benar yaitu melalui kegiatan Ubinan. Hal ini telah diakui oleh berbagai ahli baik dari dalam negeri maupun dari lembaga internasional. Namun, data luas panen masih merupakan akar carut marutnya data produksi pangan di Indonesia.

Data luas panen dikumpulkan oleh dinas pertanian kabupaten/kota melalui UPTD Pertanian/KCD tanpa penggunaan kaidah sampling yang sesuai dengan teori disiplin ilmu statistik karena hanya cukup dengan pengukuran pandangan mata (eyes estimate). Data luas panen ini akan menjadi pengali data produktivitas sehingga menghasilkan data produksi padi.

Salah satu pendekatan diharapkan mampu menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program Ketahanan Pangan Nasional adalah survei Kerangka Sampel Area (KSA).
Usaha evaluasi data produksi padi dan beras juga dilakukan dengan menyempurnakan ukuran konversi yang digunakan dalam perhitungan produksi padi dan beras. Di tahun 2018 ini BPS sedang melakukan Survei Konversi Gabah ke Beras (SKGB) untuk menghasilkan angka konversi terbaru. Angka tersebut akan digunakan untuk memeroleh gambaran produksi beras secara cepat.

Di tahun 2018 ini BPS juga mengadakan kegiatan refreshing ubinan untuk para petugas lapangan dengan tujuan untuk menyegarkan/mengingatkan kembali tentang konsep, definisi, metodologi ubinan yang benar.
Hasil ubinan diharapkan dapat memperoleh data hasil per hektar (produktivitas) tanaman pangan  yang diperlukan dalam penghitungan angka produksi tanaman pangan yang tepat dan akurat.
Periode ubinan dilakukan setiap subround (empat bulanan). Pengumpulan data produktivitas dilaksanakan pada waktu petani panen dengan pengukuran langsung di lapangan pada plot ubinan berukuran 2 ½ m x 2½ m.

Dengan tiga kegiatan diatas diharapkan polemik data produksi padi dan beras nasional dapat segera terselesaikan. Semoga.

(Warji Permana)




Thursday, July 05, 2018

Independensi BPS di Tahun Politik

   No comments     
categories: 



Masa Pilkada telah lewat. Hasilnya tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Yang menang mengekspresikan kegembiraannya dengan berbagai cara. Dan yang kalah banyak yang seolah tak mau kalah dan tak jarang mencari kambing hitam atas kekalahannya.  

Bukan soal menang dan kalah. Satu hal yang menarik perhatian penulis saat musim kampanye lalu, tak jarang mereka menggunakan data BPS untuk mengeksplor keberhasilan program yuang telah ia capai. Jurus ini tentu digunakan oleh sang petahana. Namun banyak pula yang menggunakan data BPS untuk menjatuhkan sang petahana ketika realita menunjukan angka-angka capaian masih dibawah harapan.  

Salah satu data yang sering di singgung adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Begitu strategisnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sampai-sampai Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Sri Soelistyowati mengingatkan bahwa tahun ini merupakan tahun politik sehingga IPM akan digunakan tidak hanya dalam perencana dan evaluasi pemerintah, tetapi juga bahan kampanye para petarung politik. BPS harus dapat menunjukkan independensi dan integritas BPS yang tidak dapat didikte oleh pihak mana pun.

IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara.

IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR).


Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).


(Warji Permana).