Hari ini, 26 September 2017, diperingati sebagai Hari
Statistik Nasional (HSN). Alasan ditetapkan tanggal 26 September 1960 sebagai
Hari Statistik Nasional adalah karena pada hari itu pemerintah RI memberlakukan
UU No 7 tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonantie
1934, untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka penyusunan perencanaan Pembangunan
Semesta Berencana.
UU tersebut secara rinci mengatur penyelenggaraan
statistik dan organisasi BPS. Pada Agustus 1996, Presiden RI kala itu,
Soeharto, menetapkan tanggal diundangkannya UU No 7 tahun 1960 tentang Statistik
tersebut sebagai "Hari Statistik" yang dilaksanakan secara nasional.
Dengan alasan, kelahiran UU tersebut merupakan titik
awal perjalanan BPS dalam mengisi kemerdekaan di bidang statistik yang selama
ini diatur berdasarkan sistem perundang-undangan kolonial.
Penetapan
hari Statistik Nasional dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran statistik bagi
para responden, produsen dan konsumen data agar dapat memberdayakan secara
maksimal. Sehingga, data statistik yang merupakan kebutuhan penting dalam
perencanaan pembangunan nasional bisa didapatkan.
Tema peringatan HSN tahun ini adalah “Kerja Bersama dengan Data” merupakan seruan bagi seluruh elemen bangsa
untuk bekerja bersama, membangun Indonesia, dengan mengacu kepada statistik
sebagai landasannya dalam upaya kita mewujudkan capaian Sustainable Development Goals (SGDs).
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun statistik
perlu dilakukan sebagai makna peringatan HSN.
Karena untuk menghasilkan data berkualitas, disamping para
pelaku statistik harus melakukan kegiatan statistik sesuai kaidah, juga perlu
dukungan masyarakat sebagai responden dalam memberikan jawaban atau keterangan yang benar dan apa adanya. Kerahasiaan
data responden dijamin oleh Undang-undang Statistik.
Dalam pertimbangan Undang-undang No. 16 tahun 1997 tentang
statistik poin a disebutkan, “Bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan di
segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, untuk memajukan
kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai cita-cita bangsa sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.”
UU ini secara umum juga membagi statistik menjadi 3
bagian, yaitu pertama, statistik dasar yang penyelanggaraannya dilakukan oleh
Badan Pusat Statitik (BPS). Kedua, statistik sektoral yang penyelenggaraannya
bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang harus berkoordinasi dengan BPS,
dan ketiga, statistik khusus, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh
masyarakat, baik lembaga, organisasi, atau individu yang bisa dilakukan secara
mandiri atau bersama BPS.
Keberadaan UU Statistik ini semakin penting bagi
bangsa Indonesia mengingat semakin penting dan sensitifnya penggunaan data di
Indonesia.
Kepala BPS RI, Dr. Suhariyanto dalam sambutannya mengajak seluruh
jajaran BPS baik di pusat maupun daerah untuk terus menjaga independensi BPS, menjadikan BPS sebagai lembaga yang disegani,
lembaga yang tidak bisa diintervensi. Karena Presiden sekalipun tidak pernah melakukan
intervensi atas data yang BPS hasilkan. Yang dilakukan Presiden adalah
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang masih dihadapi berdasarkan data
BPS, kemudian berusaha mencari solusinya, lanjut Beliau.
Karawang, 26 September 2017
Warji Permana
*************
0 komentar:
Post a Comment