Monday, February 27, 2017

Pertumbuhan Ekonomi, Pembangunan Infrastruktur dan Penciptaan Lapangan Kerja di Tahun 2016

   No comments     
categories: 
Semasa Pemerintahan Orde Baru pembangunan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja baru yang secara langsung mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor industri dan jasa.
Catatan positif di tahun 2016 selain pertumbuhan ekonomi yang mampu kembali menembus angka 5%, setelah sempat terpuruk hingga 4,8% pada 2015, jumlah penduduk yang bekerja juga bertambah sebanyak 3,6 juta orang (berdasarkan Data Sakernas, Badan Pusat Statistik)
Hal itu juga dibarengi dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 6,18% (Agustus 2015) menjadi 5,61% (Agustus 2016). Peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut adalah yang terbanyak sejak 2012 yang sempat mencapai 5,1 juta orang. Pada tahun ini, ekonomi nasional berpotensi tumbuh hingga mencapai 5,2%.
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat.
Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi, idealnya penciptaan lapangan kerja tahun ini juga meningkat. Namun demikian, kendati jumlah orang yang bekerja berpotensi bertambah,
Menurut Mohammad Faisal, Direktur CORE Indonesia (Center of Reform on Economics), Secara sektoral, sejak lebih dari lima tahun terakhir juga terjadi pergeseran yang menarik dalam penciptaan lapangan kerja. Peran sector-sektor jasa dan perdagangan semakin besar dalam menyerap tenaga kerja, jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor tradable khususnya pertanian dan industri manufaktur.
Pada 2016, misalnya, dari 3,6 juta tambahan lapangan kerja yang tercipta, sektor jasa kemasyarakatan menyumbang sebanyak 1,5 juta (42%), disusul sektor perdagangan satu juta (28%). Sementara jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur dan pertanian masing-masing hanya bertambah 285.000 dan 22.000 orang.
Peluang penciptaan lapangan kerja pada 2017 untuk kedua sektor ini masih relatif terbatas. Pasalnya, belum ada perbaikan mendasar pada daya saing industri manufaktur yang masih menghadapi permasalahan yang kompleks.
Persoalan itu mulai dari tingginya biaya produksi, inkonsistensi dan ketidaksinkronan kebijakan, hingga meningkatnya persaingan dengan produk-produk impor. Berbagai paket kebijakan yang telah diluncurkan pemerintah hingga kini masih belum banyak dirasakan dampaknya dalam mengurai benang kusut permasalahan yang membelit sektor ini.
Meskipun investasi yang masuk ke sektor manufaktur masih yang terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, besarnya nilai investasi ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Aktivitas manufaktur masih terus bergeser dari padat karya ke padat modal. Selain faktor perkembangan teknologi, pergeseran ini juga dipicu oleh kompleksitas permasalahan pengupahan, dan masih terbatasnya kompetensi dan produktivitas tenaga kerja di sektor ini.
Sementara itu, nilai tukar petani yang masih cenderung melemah dari tahun ke tahun, ditambah rendahnya apresiasi sosial terhadap profesi petani, akan terus mengurangi daya tarik sektor pertanian khususnya bagi para kaum muda. Untungnya, manakala daya saing sektor per tanian dan industri manufaktur cenderung melemah, perkembangan teknologi digital justru menciptakan peluang lapangan kerja yang lebih luas di sektor jasa, khususnya di daerah perkotaan.
Keluarga petani terus berkurang karena sebagian besar generasi muda pedesaan tidak tertarik mengembangkan pertanian. Usaha tani, selain tidak "bergengsi", juga kerap tidak menguntungkan karena pasarnya tidak pasti. Kondisi ini memprihatinkan karena pada gilirannya akan mengancam ketersediaan pangan.
Dengan pasar domestik yang besar dan pesatnya pertum buh an penggunaan telepon seluler pintar, perusahaan rintisan (start up) berbasis Internet tumbuh subur dalam lima tahun terakhir. Keberadaan perusahaan rintisan ini telah membantu pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah, serta menciptakan peluang kerja di sektor jasa transportasi (seperti Go-jek, Grab dan Uber).
Peluang penciptaan lapangan kerja di sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan yang dipicu oleh perkembangan teknologi digital ini masih sangat terbuka lebar dan akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Sayangnya, berbeda dengan sektor jasa secara umum yang banyak menyerap tenaga kerja, jasa konstruksi malah menjadi anomali.
Sektor jasa konstruksi bahkan menjadi satusatunya sektor yang mengalami penyusutan jumlah tenaga kerja di tahun lalu. Hampir 230.000 tenaga kerja di sektor ini hilang antara bulan Agustus 2015 hingga Agustus 2016.
Hal ini sangat ironis mengingat proyek-proyek konstruksi justru sedang marak dijalankan sejalan dengan diprioritaskannya pembangunan infrastruk tur oleh pemerintah. Tidak kurang dari Rp317triliun anggaran pemerintah telah dikucurkan untuk infrastruktur selama 2016. Ini suatu bukti bahwa proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang digalakkan telah gagal untuk menyediakan lapangan pekerja an secara langsung.
Investasi pemerintah dalam pembangunan in frastruk tur ternyata juga tidak mampu merangsang pihak swasta untuk ikut menanamkan modalnya di sektor ini. Realisasi investasi swasta di sektor konstruksi baik penanaman modal asing maupun dalam negeri justru mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja selama beberapa tahun terakhir sebenarnya belum banyak didorong oleh faktor kebijakan pemerintah. Catatan yang kurang baik ini perlu menjadi perhatian serius ke depan jika pemerintah ingin menciptakan lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan.
Berbagai instrumen kebijakan pemerintah baik fiskal maupun nonfiskal harus bersinergi dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang dapat mendorong penciptaan lapangan pekerjaan di berbagai sektor.
Selain menyiapkan sistem pendidikan dan pelatihan yang dapat menghasilkan tenaga kerja yang produktif dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, dibutuhkan sistem insentif maupun disinsentif untuk mendorong investasi agar dapat menyerap surplus tenaga kerja di dalam negeri. Tren pertumbuhan teknologi digital semestinya juga dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk mendorong sektor ekonomi di perkotaan, tetapi juga sektor pertanian. Misalnya, dalam pemasaran produk- produk hasil tani dan memotong rantai distribusi dan menekan praktik-praktik spekulasi yang selama ini menjadi parasit bagi pertumbuhan sektor ini.
Sementara itu, proyek-proyek yang dibiayai pemerintah seperti infrastruktur, semestinya juga dapat didesain agar secara langsung menciptakan lapangan kerja baru di daerah-daerah.
Di samping itu, dari sisi moneter juga dibutuhkan terobosan baru yang dapat memecahkan rigiditas perbankan dalam menyalurkan kredit, mengingat penurunan tingkat suku bunga acuan (BI 7 DayRepo Rate) dan Giro Wajib Minimum hingga kini masih belum cukup ampuh dalam mendorong penyaluran kredit ke sektor riil. Hal itu yang berarti juga membatasi penciptaan lapangan kerja di sektor ini. Kreativitas dan sinergi di antara para pengambil kebijakan memang menjadi kunci dalam menjawab tantangan penciptaan lapangan kerja ke depan.  ***(Warji Permana)***                                                                                                                                                                                                                                                  

0 komentar:

Post a Comment