Situs Batujaya secara administratif terletak
di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa
Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Kawasan
Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada
koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” -
107°09’05,91” Bujur Timur. Situs ini terletak di tengah-tengah daerah
persawahan dan sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari
garis pantai utara Jawa Barat (Ujung Karawang). Batujaya kurang lebih terletak
enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara Citarum.
Keberadaan sungai ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keadaan
situs sekarang karen tanah di daerah ini tidak pernah kering sepanjang tahun,
baik pada musim kemarau atau pun pada musim hujan.
Situs Batujaya terletak di lokasi yang
relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15 km di arah timur laut) yang
merupakan peninggalan bangunan Hindu dan situs temuan pra-Hindu
"kebudayaan Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama
Masehi.
Lokasi candi ini dahulu merupakan danau dan
candi dibangun di tepi danau. Danau ini terbentuk akibat beralihnya sungai
Citaruum dari arah Utara ke Barat Laut. Hal ini juga di tandakan dengan nama
desa yang ada yaitu Segaran yang berarti Laut atau badan air seperi danau dalam
bahasa Sangsekerta dan Telaga Jaya.
Situs Batujaya pertama kali diteliti oleh tim
arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu
Budaya UI) pada tahun 1984 berdasarkan laporan adanya penemuan benda-benda
purbakala di sekitar gundukan-gundukan tanah di tengah-tengah sawah.
Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat disebut sebagai onur atau unur dan
dikeramatkan oleh warga sekitar. Semenjak awal penelitian dari tahun 1992
sampai dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan.
Penamaan tapak-tapak itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi,
seperti Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya.
Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11
buah candi yang diteliti (ekskavasi) dan sampai saat ini masih banyak
pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat
keagamaan, bentuk, dan pola percandiannya. Meskipun begitu, dua candi di Situs
Batujaya (Batujaya 1 atau Candi Jiwa, dan Batujaya 5 atau Candi Blandongan)
telah dipugar dan sedang dipugar.
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya
tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi.
Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar
bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan. Candi-candi yang
sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga
disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi
ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
Candi yang ditemukan di situs ini seperti
candi Jiwa, struktur bagian atasnya menunjukkan bentuk seperti bunga padma
(bunga teratai). Pada bagian tengahnya terdapat denah struktur melingkar yang
sepertinya adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha. Pada candi ini tidak
ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di atas
bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Bentuk
seperti ini adalah unik dan belum pernah ditemukan di Indonesia. Bangunan candi
Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata.
Menurut keterangan penduduk setempat kata
jiwa berasal dari sifat unur (gundukan tanah yang mengandung candi) yang
dianggap mempunyai "jiwa". Karena beberapa kali kambing diikat
diatasnya mati. Sehingga tidak ada hubungan dengan Dewa Syiwa.
Kata "jiwa" sangat dekat dengan
nama salahsatu nama dewa dalam agaman Hindu yaitu Dewa Syiwa. Perubahan dari
"syiwa" menjadi "jiwa" bisa terjadi karena perjalanan
waktu, atau karena aksen Sunda. Barangkali kedekatan kata syiwa dan jiwa bisa
dijadikan salah satu objek penelitian meskipun agak aneh jika data yang telah
didapat bahwa candi Jiwa lebih kepada Budha daripada Hindu. Di Budha tidak ada
dewa Syiwa.
Berdasarkan analisis radiometri Carbon 14
pada artefak-artefak peninggalan di candi Blandongan, salah satu situs
percandian Batujaya, diketahui bahwa kronologi paling tua berasal dari abad
ke-2 Masehi dan yang paling muda berasal dari abad ke-12.
Di samping pertanggalan absolut di atas ini,
pertanggalan relatif berdasarkan bentuk paleografi tulisan beberapa prasasti
yang ditemukan di situs ini dan cara analogi dan tipologi temuan-temuan
arkeologi lainnya seperti keramik Cina, gerabah, votive tablet, lepa
(pleister), hiasan dan arca-arca stucco dan bangunan bata banyak membantu.
Berbagai artifak yang di temukan di kompleks
percandian tersebut di antaranya adalah berbagai jenis Keramik, Tablet /
Materai bergambar relief Budha, Prasasti terakota berisi mantram Budha dsb.
Bahkan pada tahun 2005 yang oleh Puslitbang Tinggalan arkeologis di Batujaya
hingga tahun 2000 telah ditemukan 24 situs tersebar di Desa Segaran dan
Telagajaya. Di Desa Segaran ditemukan 13 situs dan di Telagajaya 11 situs. Dari
ke-24 situs ini terdapat beberapa situs yang telah diekskavasi dan menampakkan
sisa bangunan candi. Gundukan tanah yang di dalamnya berisi reruntuhan
bata-bata kuno masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘unur’. Situs tersebut
antara lain Segaran I (SEG I atau Unur Jiwa), Segaran III (SEG III atau Unur
Damar), Segaran IV (SEG IV), Segaran V (SEG V atau Unur Blandongan), Segaran IX
(SEG IX atau Situs Kolam), Telagajaya I (TLJ I atau Unur Serut), Telagajaya V
(TLJ V atau Unur Asem), dan Telagajaya VIII (TLJ VIII).
Unur Jiwa telah berhasil diekskavasi semuanya
dan pemugaran dimulai sejak tahun 1997 hingga 2004. Situs ini berada pada
koordinat 06° 03' 427" Lintang Selatan dan 107° 09' 287" Bujur Timur.
Bangunan candi yang ada tinggal bagian kaki dan sedikit bagian atas sisa tubuh
candi. Bangunan candi berdenah bujursangkar berukuran 19x19 m. Tinggi bagian
yang tersisa 4,7 m. Orientasi bangunan ke arah tenggara – baratlaut. Karena
tidak ditemukan adanya tangga atau pintu masuk maka arah hadapnya tidak
diketahui. Di bagian atas bangunan terdapat susunan bata yang membentuk bujur
sangkar dan susunan bata yang melingkar konsentris membentuk menyerupai kelopak
bunga teratai.
Bangunan di Unur Jiwa ini sekarang sudah
selesai dipugar. Pada papan nama yang terdapat di lokasi itu disebut dengan
nama Candi Jiwa. Dengan selesainya pemugaran tampak bahwa profil kaki terdiri
pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah
lingkaran (kumuda). Sambungan bata pada bagian kaki menunjukkan penggunaan
lapisan perekat tipis berwarna putih. Lapisan ini biasa disebut dengan stuco.
Pada permukaan bata juga ada yang masih
menyisakan lapisan stuco. Berdasarkan jejak seperti itu diperkirakan bahwa
dinding bangunan dahulu ditutup dengan lapisan stuco.
Di bagian atas terdapat struktur bata melingkar berdiameter
sekitar 6 m. Bagian ini mungkin merupakan dasar stupa atau lapik suatu teras.
Bagian yang menakjubkan juga terdapat di permukaan atas, yaitu pada
sisi-sisinya dibuat bergelombang sehingga memunculkan kesan kelopak bunga
teratai yang sedang mekar.
Di Unur Damar (SEG III) terdapat sisa
bangunan berupa bagian kaki candi berdenah empat persegi panjang berukuran 20 X
15 m. Pada sisi barat laut terdapat bagian tangga yang kondisinya sudah
melesak. Di situs SEG IV juga terdapat sisa bangunan berdenah bujur sangkar
berukuran 6,5 X 6,5 m dengan tinggi yang tersisa 1 m. Di bagian sisi tenggara
terdapat struktur yang menjorok ke luar seperti sisa bagian tangga.
Unur Blandongan (SEG VI) merupakan unur yang luasnya relatif sama
dengan Unur Jiwa. Situs ini berada pada koordinat 06° 03' 351" Lintang
Selatan dan 107° 09' 203" Bujur
Timur. Di Unur Blandongan terdapat bangunan candi berdenah bujur sangkar dengan
ukuran 25 X 25 m. Pada keempat sisinya terdapat anak tangga. Bagian bawah bangunan
terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan
bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik
ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini
menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya
ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa
batu bergores. Unur Blandongan sekarang dalam tahap renovasi.
Bangunan yang tampak di situs SEG IX berupa
bangunan kolam berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 7,35 X 10,55 m.
Ketebalan dinding rata-rata 1,7 m m kecuali dinding sisi timur laut dengan
ketebalan lebih dari 4 m. Kedalaman kolam belum diketahui.
Unur Serut (TLJ I) berada pada koordinat 06°
03' 359" Lintang Selatan dan 107° 09' 052" Bujur Timur. Di situs ini
terdapat empat bangunan. Bangunan TLJ IA belum seluruhnya terungkap. Bangunan
ini berupa kaki candi dengan ukuran panjang yang sudah digali 22 m dan lebar 10
m. Bangunan TLJ IB sudah sangat rusak. Dari sisa yang ada diperkirakan berdenah
bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya 8,5 m. Bangunan TLJ IC berdenah empat
persegi dengan panjang sisi 6 m. Pada sisi timur laut terdapat tangga. Bangunan
ini dilepa dan dihiasi ornamen yang terbuat dari bahan semen kapur (stucco).
beberapa hiasan berupa kepala arca manusia dan binatang dari bahan stucco juga
ditemukan dalam runtuhan di bagian luar kaki bangunan candi. Halaman di sekitar
bangunan kemungkinan pernah mengalami pengurugan. Permukaan halaman kemudian ditutup
dengan lapisan plester dari bahan stucco. Bangunan TLJ ID merupakan kolam.
Struktur yang masih tersisa berupa tembok memanjang yang menyiku di dasar
kolam.
Bangunan di situs TLJ V (Unur Asem) berdenah
bujur sangkar berukuran 10 X 10 m. Candi ini dilengkapi dua tangga berada di
sisi tenggara dan timur laut. Tangga yang berada di sisi tenggara dibangun
lebih kemudian dari tangga yang berada di sisi timur laut. Di bagian atas sisa
bangunan nampak susunan bata yang berdenah lingkaran konsentris.
Ekskavasi di situs TLJ VIII telah menampakkan sisa bagian kaki
candi berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 6 m dan lebar 4 m.
Pada sisi timur laut dilengkapi tangga. Di bagian tengah bangunan ini terdapat
sumuran dengan ukuran 1,80 X 1,75 m.
Berdasarkan bentuk bangunan dan beberapa tinggalan arkeologik yang
ada dapat dipastikan bahwa bangunan candi di kawasan Batujaya berlatarkan pada
Buddha. Kawasan situs Batujaya diperkirakan berkaitan dengan Kerajaan
Tarumanegara. Analisis terhadap C14 menunjukkan umur tertua dari abad ke-2 dan
termuda dari abad ke-12. Keramik asing yang ditemukan menunjukkan keramik yang
diproduksi dari abad ke-9 – 14 M.
Beberapa runtuhan bangunan candi tersebut sekarang dalam
pemugaran. Candi Jiwa merupakan yang pertama kali selesai dipugar. Pada saat
ini yang dalam proses pemugaran adalah Candi Blandongan. Beberapa candi yang
lain masih dalam tahap penelitian.
Karena masing-masing candi terpisahkan sawah, maka dibangunlah
jalan setapak dengan lebar 1 m yang menghubungkan antara Candi Jiwa dan
Blandongan. Untuk ke candi yang lain bisa melewati jalan pematang sawah.
Warji Permana
Sumber : Dinas Penerangan dan Pariwisata Kab. Karawang dan
Literatur Lainnya