The Evolution of Fraud Theory
Awal Penipuan
Kejahatan keuangan
dan penipuan mungkin sudah ada sejak awal perdagangan. Keay (1992), Robins
(2007), dan lainnya melaporkan kejadian pertama penipuan laporan keuangan perusahaan
publik di British East India Company pada akhir 1600-an.
Kejahatan keuangan dan
penipuan mungkin telah ada sejak awal perdagangan. Woodward et al. (2003)
mencatat penggunaan biometrik dasar ribuan tahun yang lalu sebagai cara untuk
mengidentifikasi pedagang-terpercaya kesimpulan adalah bahwa pelaku pasar dapat
dipercaya telah ada sejak manusia mulai berdagang.
White-Collar vs
Kejahatan lainnya
Sutherland (1940, 1944) membedakan penjahat kerah putih dari penjahat kekerasan lainnya dalam tiga cara. Pertama, ia berpendapat bahwa status profesional dalam masyarakat menciptakan suasana baik kekaguman dan intimidasi. Kedua, karena status profesional, ada kurang ketergantungan pada sistem peradilan pidana tradisional, dan hukuman yang lebih rendah biasanya diterapkan (i.n., tindakan sipil SEC). Ketiga, kejahatan kerah putih yang kurang terlihat dari kejahatan kekerasan karena beberapa alasan: konsekuensi yang ditanggung oleh masyarakat dapat disebarkan periode yang lebih lama, tindakan tersebut dapat menyebar di antara banyak individu, dan korban mungkin lebih sulit untuk mengidentifikasi dan tidak terorganisasi dengan baik.
Segitiga Penipuan
Fraud triangle adalah teori yang dikembangkan oleh Donald R Cressey (1950, 1953) dalam mengamati penyebab terjadinya kecurangan. Disebut dengan fraud triangle adalah karena dalam proses kecurangan yang terjadi, ada tiga tahap penting yang memengaruhi seseorang untuk melakukan kecurangan. Pertama adalah tekanan atau pressure ini berhubungan dengan niat seseorang dalam melakukan kecurangan. Seseorang yang melakukan fraud pasti memiliki motivasi atau dorongan tersendiri. Kedua adalah Peluang atau opportunity adalah kesempatan seorang pekerja untuk melakukan tindakan kecurangan. Kesempatan untuk melakukan fraud biasanya disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya : Kontrol dari perusahaan yang masih lemah; SOP yang berjalan tidak kondusif; Adanya multijob pada seorang karyawan;Situasi kerja kurang kondusif. Ketiga adalah
Rasionalisasi. Ketika tindakan fraud telah terdeteksi, biasanya pelaku akan memberikan alasan yang rasional sebagai bentuk pembelaan diri. Rasionalisasi ini terjadi untuk menjadikan kesalahan yang terjadi adalah tindakan yang wajar dilakukan. Contoh alasan yang sering digunakan pelaku fraud adalah, alibi gaji yang diberikan tidak sesuai dengan keuntungan yang sudah diterima perusahaan.
Sementara Segitiga Fraud mengidentifikasikan kondisi di mana penipuan
dapat terjadi, Segitiga Aksi Penipuan menggambarkan tindakan seseorang harus
melakukan untuk memperbuat penipuan. Tiga komponen dari Segitiga Aksi Penipuan
adalah tindakan pencurian, penyembunyian, dan konversi. Tindakan itu merupakan
pelaksanaan dan metodologi penipuan, seperti penggelapan, cek bahan, atau bahan
penipuan pelaporan keuangan.
Segitiga Aksi Penipuan berharga bagi penyidik karena merupakan tempat
dimana bukti diperlukan. Sementara Segitiga Penipuan menunjuk penyidik untuk
mengapa orang mungkin melakukan penipuan, sidang pembuktian mungkin lemah atau
tidak ada. Misalnya, tekanan dan rasionalisasi keuangan unsur Segitiga Penipuan
tidak langsung diamati.
Segitiga Aksi Penipuan membuatnya sulit untuk pelaku untuk berpendapat
bahwa tindakan itu disengaja atau menyangkal / nya perannya dalam bertindak.
Bukti penyembunyian, khususnya, memberikan argumen bahwa tindakan itu disengaja.
DI LUAR SEGITIGA PENIPUAN
Segitiga Penipuan memberikan model konseptual yang secara efisien
menjadi alat bantu mendeteksi fraud. Misalnya, ACFE (2009).
Beberapa model dan teori penipuan yang diperluas mencoba menjelaskan
mengapa individu melakukan penipuan dan kejahatan keuangan di luar alasan yang
diberikan oleh Segitiga Penipuan. Tambahan ini model berusaha untuk
mengidentifikasi psikologis atau sosiologis tambahan (kepribadian dan karakteristik
perilaku) untuk menggambarkan mereka yang cenderung ke arah penipuan. Pada
Gambar 4 kami menempatkan langkah pertama dalam membangun meta-model kejahatan
kerah putih kami.
Pada langkah awal ini kami menghubungkan Segitiga Penipuan dengan Segitiga Tindakan Penipuan dan mengidentifikasi area di sekitar Segitiga Penipuan di mana teori dan model lain bersifat informatif. Daerah di sekitar Segitiga Penipuan.
Skala Penipuan
Skala penipuan dikembangkan melalui analisis 212 penipuan di awal
1980-an (Albrecht dkk. 1984). Penelitian Albrecht dan rekan-rekannya percaya
bahwa penipuan sulit diprediksi
Integritas seseorang sangat berkaitan dengan kemampuan merasionalisasi pikirannya dalam suatu tindakan kriminal. Integritas seseorang kemungkinan akan berubah dari masa lalu dikarenakan banyak faktor. Saat integritas seseorang tinggi maka akan mengurangi kemungkinan seseorang untuk bertindak kriminal.
Singkatan M.I.C.E.
Berbeda dengan the fraud scale, teori ini mengembangkan teori segitiga
fraud yaitu komponen pressure. Diskusi terbaru menunjukkan bahwa motivasi dari
pelaku fraud dapat lebih tepat diperluas dan diidentifikasi dengan singkatan
M.I.C.E. (Kranacher et. Al. 2011): M: money, I: ideology, C: coercion, dan E:
ego (entitlement).
M = Money/uang
I = ideologi
C = Coersion/paksaan
E = ego
The Fraud Diamond: Adding the Fraudster’s Capabilities
Dalam konteks Segitiga Fraud, kemampuan dimodifikasi kedalam kesempatan
dengan membatasi kesempatan untuk satu set kecil orang yang berpikir untuk
memiliki kemampuan yang diperlukan. Dengan demikian, kemampuan mungkin
mempengaruhi probabilitas bahwa seorang individu akan dapat memanfaatkan bahakn
menciptakan peluang dalam lingkungan pengendalian organisasi.
The Fraud Pentagon
Saat ini juga telah muncul fraud pentagon yang menambahkan arrogance
sebagai faktor tambahan pendorong
terjadinya fraud. Teori tentang fraud semakin berkembang. Banyak penelitian
dilakukan untuk melihat faktor-faktor pendorong terjadinya fraud. Marks (2012)
menemukan model fraud pentagon yang menyatakan bahwa unsur-unsur dalam fraud
pentagon terdiri dari arrogance, competence atau capability, pressure,
opportunity, dan rationalization. Fraud pentagon ini lebih melihat pada skema
kecurangan yang lebih luas dan menyangkut manipulasi yang dilakukan oleh CEO
atau CFO (Aprilia, 2017).
GONE Theory
Penelitian yang dilakukan oleh
Sierra danHyman (2008) menyebutkan bahwa pelajar yang selalu melakukan
kecurangan akan cenderung terlibat dalam situasi serupa ketika menemui
kesempatan di dunia kerja nantinya.Dalam Buku Panduan Fraud Auditing yang
dikeluarkan oleh BPKP (2008), terdapat empat factor penyebab seseorang
melakukan korupsi, yaitu Greed, Opportunity, Need dan Exposure atau lebih
dikenal dengan nama Teori GONE yang dikenalkan oleh Jack Boulogne dalam buku
Fraud Auditing and Forensic Accounting: New Tools and Techniques (1995).
Apabila salah satu dari empat elemen diatas, dapat diminimalisir, maka tingkat
terjadinya kecurangan akan semakin rendah.
Predator versus Penipu yang Tidak Disengaja
A-B-C ANALYSIS OF WHITE-COLLAR CRIME
RESPON PROFESI ANTI-FRAUD
Pencegahan (Prevention)
Pengendalia Internal
Sensitizing to Fraud and Setting an Ethical Culture
Sebagai serangan langsung pada elemen rasionalisasi Segitiga Fraud,
anti-penipuan profesional telah berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja di
mana sensitivitas etis menyebabkan individu untuk memikirkan berpikir dua kalia
untuk melakukan fraud. Saat budaya organisasi sudah berlandaskan sebuah etika
yang baik dan dalam maka karyawan akan terjaga integritasnya sehingga
pemikiran-pemikiran tindak fraud akan semakin berkurang karena adanya kesadaran
etis yang telah terbentuk.
Kepekaan Terhadap Penipuan dan Menetapkan Budaya Etis
Sebagai serangan langsung terhadap elemen rasionalisasi dari Segitiga
Penipuan, profesional anti-penipuan telah berusaha untuk menciptakan lingkungan
kerja di mana sensitivitas etis menyebabkan individu merenungkan penipuan untuk
memiliki pikiran kedua. Dengan secara rutin mendorong pemikiran etis, penipu
potensial memiliki tingkat disonansi kognitif yang lebih besar untuk diatasi.
Pelanggaran etika, kepercayaan, dan tanggung jawab adalah inti dari
kegiatan penipuan. Etika membahas rasionalisasi dan, sampai batas tertentu,
tekanan yang terkait dengan penipuan dengan mempertimbangkan kondisi di mana
suatu tindakan dapat dianggap benar atau salah. Dengan secara eksplisit
mempertimbangkan etika keputusan, seseorang mungkin dapat meyakinkan penipu
potensial tentang kesalahannya sebelum orang tersebut memulai tindakan penipuan
pertamanya. Setelah seseorang melakukan penipuan, orang itu jarang ''reformasi
diri.'' Michael Josephson, presiden Institut Etika Josephson, menyarankan beberapa
pertanyaan yang dapat membantu untuk menentukan apakah Anda berada di lereng
licin menuju buruk keputusan etis.12
Deterrence
Penghindaran terhadap fraud dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain melalui pembentukan visi dari atasan, hotline whistleblower, budaya etis
yang kuat, perlindungan whistleblower, lingkungan pengendalian yang tepat
protokol hukuman pelaku, kode etik bermakna, pemantauan pihak kontrak,
komunikasi terbuka dengan karyawan, vendor, pemasok, dan pelanggan, proaktif
fraud auditing, serta pemantauan aktivitas karyawan.
Detection
Assessing Fraud in a Financial Statement Audit
Pendeteksian fraud yang paling umum dilakukan adalah melaui pendeteksian
dan analisis adanya ketidakwajaran dalam laporan keuangan perusahaan dan
pencatatannya oleh auditor eksternal. Melalui analisis terhadap berbagai aspek
pada laporan keuangan akan dapat dilihat adanya anomaly-anomali atau
ketidakwajaran pencatatan. Hal tersebut yang nantinya akan mengantarkan para
pelaku analisis untuk medeteksi adanya fraud pada internal suatu perusahaan.
Penilaian Risiko yang Ditargetkan
Penipuan yang dilakukan melalui penggantian manajemen bisa sangat sulit
dideteksi. AICPA (2005) mengidentifikasi enam rekomendasi utama bagi komite
audit dalam menjalankan tugasnya:
1. Pertahankan skeptisisme.
2. Memperkuat pemahaman komite tentang bisnis.
3. Brainstorm untuk mengidentifikasi risiko penipuan.
4. Gunakan kode etik untuk menilai budaya pelaporan keuangan.
5. Memastikan entitas memupuk program whistleblower yang kuat.
6. Mengembangkan jaringan informasi dan umpan balik yang luas.
0 komentar:
Post a Comment